Senin, 21 Desember 2015

kesenian indonesia



Makalah Kesenian
“Perkembangan seni musik”


Di susun Oleh : Syupratman



Prodi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan
Universitas Islam Makassar 2015



KATA PENGANTAR
  Alhamdulillah Hirobbil alamin,segalah Puji dan Syukur hanya milik penguasa jagatraya,sudah sepatutnya kita bersyukur atas segalah kenikmatan yang telah diberikan olehNya,Dengan kenikmatan itulah sehingga kami dapat mengerjakan tugas yg di berikan oleh dosen yang tercinta dan tersayang.
Makalah ini kami buata atas perintah dari Dosen di Universitas Islam Makassar yakni dari mata kuliah “Kesenian”
Dalam proses munyusun makalah ini banyak bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak,oleh karena itu dengan melalui kesempatan ini kami mengucapkan banyak-banyak terikasih atas bantuan yang telah diberikan dalam proses menyusun makalah ini.
Penulis sadar  bahwa penyusun makalah ini dari segi penulisan dan penyajian materi masih banyak dan jauh dari yang diharapkan,oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak untuk lebih kearah perbaiakan dan penyempurnaan tulisan ini.


Makassar,1 Desember 2015
                                                                                          
 Penulis






DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I  PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
B.     Rumusan Masalah
C.    Tujuan Masalah
BAB  II  PEMBAHSAN
A.    Pengertian seni musik
BAB  III  PENUTUP
A.    Kesimpulan
B.     Saran
DAFTAR PUSTAKA












BAB I
PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang
Karakter bangsa merupakan aspek penting dari kualitas SDM karena turut menentukan kemajuan suatu bangsa. Karakter yang berkualitas perlu dibentuk dan dibina sejak usia dini. Bangsa Indonesia mempunyai cita-cita untuk menjadi bangsa yang besar, kuat, berdaya, disegani oleh bangsa lain. Cita-cita bangsa yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945 ini dapat terwujud apabila bangsa Indonesia menanamkan karakter yang baik yang berasal dari nilai-nilai luhur yang ada di masyarakat Indonesia. Karakter yang perlu ditanamkan antara lain rasa cinta terhadap Tuhan Yang Maha Esa, jujur, disiplin, sopan, tanggung jawab, keadilan dan kepemimpinan, amanah, mandiri, hormat dan santun, kasih sayang, peduli, kerja sama, percaya diri, kreatif, kerja keras dan pantang menyerah, baik dan rendah hati, toleransi, cinta damai dan persatuan. Cita-cita bangsa Indonesia tersebut saat ini mengalami hambatan dalam mewujudkannya. Hambatan tersebut antara lain dikarenakan adanya beberapa hal yang bergeser dari nilai dan norma yang harus dijunjung tinggi, penegakan hukum yang belum terwujud, dampak demokrasi yang tidak diinginkan, karakter manusia yang semakin merosot. Ini semua merupakan dampak sikap orang yang tidak bertanggung jawab dan tidak ada rasa memiliki akan bangsa yang hanya bersikap mengutamakan kepentingan pribadi di atas kepentingan umum.
B.     RUMUSAN MASALAH
Dalam penulisan makalah ini kita daapat mengetahui rumusan masalahnya,Adapun rumusan masalahnya adalah:
a.       Pendidikan seni musik
b.      Karakteristik seni musik dkk.
C.     TUJUAN MASLAH
a.      Kita dapat mengetahui perkembangan seni musik
b.      Kita dapat memahami seni musik.





BAB  II 
PEMBAHASAN

A.   Pendidikan Seni  Musik
1. Pengertian Pendidikan Seni Musik Para pakar telah banyak mengemukakan pengertian atau defenisi tentang seni musik, sebagai berikut :
Sudarsono (1992:1) Seni musik adalah ungkapan rasa indah manusia dalam bentuk suatu konsep pemikiran yang bulat, dalam wujud nada-nada atau bunyi-bunyi lainnya yang mengandung ritme dan harmoni, serta mempunyai bentuk dalam ruang waktu yang dikenal oleh diri sendiri atau manusia lain dalam lingkungan hidupnya, sehingga dapat dimengerti dan dinikmatinya.
2.   Karakteristik Seni Musik Pendidikan seni musik lebih menekankan pada pemberian pengalaman seni musik, yang nantinya akan melahirkan kemampuan untuk memanfaatkan seni musik pada kehidupan sehari-hari. Pendidikan Seni musik diberikan  di sekolah karena keunikan, kebermaknaan, dan kebermanfaatan terhadap kebutuhan perkembangan siswa, yang terletak pada pemberian pengalaman estetik dalam bentuk kegiatan berekspresi/berkreasi dan berapresiasi  melalui pendekatan: “belajar dengan seni,” “belajar melalui seni” dan “belajar tentang seni.
a.  Pendekatan “Belajar dengan Seni”
Pendekatan ini menekankan pada   proses pemerolehan dan pemahaman  pengetahuan yang didapatkan dengan kegiatan seni musik misalnya siswa belajar menyanyikan lagu Indonesia Raya, maka dengan mempelajari lagu tersebut siswa dapat mengetahui dan memahami sikap apa yang terdapat pada lagu. Siswa seharusnya tahu tentang apa yang diceritakan lagu, dan dari pengetahuan tersebut mereka bisa mengambil suatu kesimpulan bahwa lagu Indonesia Raya mengingikan terwujudnya sikap cinta tanah air, kebanggaa terhadap tanah air, dan sikap mempertahankan tanah air, serta menanamkan jiwa patriotis.
b.  Pendekatan “Belajar Melalui Seni
Pendekatan ini menekankan pada pemahaman emosional yang tercermin ke dalam penanaman nilai-nilai atau sikap yang terbentuk melalui kegiatan berkesenian. Seperti dalam menyanyikan sebuah lagu, dituntut untuk membuat keteraturan tempo/ketukan. Apabila kita tidak bisa mengikuti tempo tersebut, maka lagu yang dibawakan menjadi kacau atau tidak teratur. Jadi melalui bernyanyi akan tertanam sikap disiplin yang tinggi untuk membuat keteraturan.
Seni dan Pendidikan Seni Pendidikan ditinjau dari tujuannya adalah mengembangkan potensi jasmani, akal dan rohani manusia. Ketiga potensi bawaan manusia ini harus diasah dan dikembangkan secara seimbang dan proporsional. Jika salah satu diantaranya tidak tersentuh atau dikembangkan dengan baik maka tujuan pendidikan yang bertujuan membetuk manusia seutuhnya akan sulit terwujud. Dalam kaitannya dengan hal tersebut maka pembicaraan tentang pendidikan seni sebagai sebuah usaha dalam mengasah potensi-potensi dasar manusia telah melewati masa yang cukup panjang.
embicaraan seni sebagai sarana pendidikan, dengan mencoba memperluas interpretasi terhadap tesis Plato (seperti yang dikemukakan di atas), setidak-tidaknya mengacu ke dua arah; yang pertama sebagai materi, alat dan media, serta metode yang terangkum dalam mata ajaran yang disebut pendidikan seni. Yang kedua, sebagai metode dalam rangka “menyenikan” pendidikan yang rasionalistik yang melekat sangat kuat pada mata ajaran lain.
Yang pertama meletakkan pendidikan seni sebagai mata ajaran dalam kurikulum pendidikan umum, yang mempunyai fungsi sama dengan mata ajaran lainnya. Secara sistemik pendidikan seni merupakan bagian integral dari sistem pendidikan umum, yang fungsional untuk menjaga keseimbangan sistem dalam rangka mencapai tujuan pendidikan. Pendidikan seni, sebagai pendidikan estetik, dalam hal ini memberi imbangan terhadap pendidikan yang bersifat logis-rasional, dan pendidikan etis-moral.
Yang kedua, seni menawarkan cara-cara yang bebas dalam pelaksanaan pendidikan (mata ajaran lain) dari wacana kekuasaan kepastian. Seni menawarkan bahwa senantiasa ada cara memandang yang multiperspektif, tidak ada disiplin yang secara keseluruhan lengkap, serta tidak ada sesuatu yang mempunyai "kata akhir". Seni mengajarkan hal ini dengan baik, seperti sebagaimana ia menawarkan dimensi-dimensi makna yang baru, bentuk-bentuk baru dari logika yang selama ini dinina-bobokan oleh pendidikan modern. Seni menantang apa yang disebut "prinsip umum penalaran".
Seni memberikan suatu epistemologi pilihan lain, suatu cara mengetahui yang mentransenden bentuk-bentuk pengetahuan yang deklaratif. Dengan seni, sebagai metode, seseorang didorong untuk melihat dan mendengar, menerobos lapisan permukaan apa yang terlihat dan terdengar. Dengan seni kita disadarkan dari penampilan satu-dimensi kehidupan, yang tanpa terasa dipaksakan, oleh pemikiran yang menjadi mainstream saat ini.
Menurut para pakar psikologi otak belahan kiri merupakan sumber kecerdasan intelektual (IQ) sebagai wilayah persemaian dan pengembangan potensi akal-penalaran yang bersifat analitis¬logik dan detail, sedangkan otak belahan kanan adalah sumber kecerdasan emosional (EQ) sebagai wilayah persemaian dan pengembangan segala potensi yang berkaitan dengan rasa-perasaan (emosi-kreatif) yang bersifat menyeluruh. Otak kiri bertanggung jawab terhadap kemampuan verbal dan matematik, seperti berbicara, membaca, menulis, dan berhitung. Proses berpikir otak kiri bersifat logis, sistematis, dan analitis sehingga termasuk short term memory (memori jangka pendek). Akal sebagai bagian penting dari jiwa manusia berfungsi untuk menemukan kebenaran dan kesalahan. Dengan akal manusia mampu mengarahkan seluruh aktivitas jasmani dan kejiwaannya guna menggapai kehidupan yang relatif lebih sejahtera. Sebaliknya, otak kanan berurusan dengan emosi, irama, musik, imajinasi, warna, gambar, dan diagram. Cara berpikir otak kanan bersifat kreatif, tidak teratur, dan menyeluruh sehingga tergolong long term memory (memori jangka panjang). Emosi merupakan kekuatan penggerak kehidupan yang paling konkret dalam diri manusia karena terbentuk dari segenap keinginan dan selera yang erat hubungannya dengan fungsi¬-fungsi jasmaniah, seperti melakukan apa yang baik dan buruk, mengikuti apa yang etis dan norak, serta yang indah dan jelek. Kekuatan emosi terasa tampak ketika mampu menjalankan berbagai alternatif gagasan yang telah diputuskan oleh akal. Sebagai bukti bahwa daya ingat otak kanan lebih panjang dari otak kiri yaitu ketika kita bertemu dengan teman lama.
Uraian multikecerdasan di atas, mengindikasikan bahwa pendidikan seni dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan berbagai potensi pada otak kanan, dan sekaligus berfungsi untuk mengimbangkan kerja otak kiri. Dalam pembelajaran pendidikan seni, meskipun wilayah rasa ¬emosi relatif dominan tetapi tidak berarti menafikan wilayah intelektual, jelas tidak dapat digantikan oleh mata pelajaran yang lain sehingga sangat penting dan mendasar bagi dunia pendidikan umumnya. Kedudukan rasa-emosi bukan saja penting dalam kehidupan, melainkan juga menjadi sumber daya yang ampuh yang dimiliki manusia. Menurut Daniel Goleman (dalam M. jazuli, 2008: 119), bahwa potensi kecerdasan emosi dapat menentukan 80% kesuksesan seseorang, sedangkan 20% lainnya ditentukan oleh kecerdasan akal. Oleh karena itu, sungguh ironis bila ada orang beranggapan bahwa IQ menjadi penentu segala aktivitas, bahkan dipandang sebagai cara yang jitu untuk menyelesaikan berbagai masalah kehidupan yang dihadapi manusia. Pada hal justru dengan menafikan atau memendam potensi EQ sering menimbulkan dampak negatif dalam kehidupan manusia, seperti sering terjadi kerusuhan, kenakalan remaja, pornografi dan pornoaksi, sikap agresif dan anarkhis, dan bentuk tingkah laku menyimpang lainnya.
Peran pendidikan seni dalam upaya meningkatkan multikecerdasan di antaranya:
1)    membantu siswa mempunyai sensitivitas, intuitif, kreativitas, dan kritis terhadap lingkungannya;
2)    dengan cara belajar yang menyenangkan lewat kegiatan apresiasi dan kreasi dapat meningkatkan motivasi belajar dan mendapatkan kesempatan luas untuk memecahkan permasalahan;
3)     Siswa dapat mengekspresikan gagasan melalui goresan, gerakan, pemeranan dan permainan lainnya sebagai manifestasi aktualisasi diri maupun wahana berkornunikasi dengan lingkungan sekitarnya;
4)    kepekaan inderawi yang selalu dilatihkan melalui kegiatan berapresiasi, berkreasi, bereksplorasi, bereksperimen dengan diri sendiri maupun dengan lingkungannya akan merangsang kemunculan multikecerdasan siswa secara optimal.
 Seni dalam Pengembangan Potensi Anak Pendidikan seni merupakan usaha sadar untuk mewariskan atau menularkan kemampuan berkesenian sebagai perwujudan transformasi kebudayaan dari generasi ke generasi yang dilakukan oleh para seniman atau pelaku seni kepada siapa pun yang terpanggil untuk menjadi bakal calon seniman (M. Jazuli, 2008: 14)
Anak adalah pribadi yang unik memiliki kemampuan dan kebutuhan yang berbeda dengan orang dewasa, dan salah satu kebutuhan anak yang khas adalah kebutuhan mengekspresikan diri atau menyatakan diri. Pendidikan seni dapat memberikan kontribusi kepada perkembangan pribadi anak (siswa). Kontribusi yang dimaksud berkaitan dengan pemberian ruang berekspresi, pengembangan potensi kreatif dan imajinatif, peningkatan kepekaan rasa, menumbuhkan rasa percaya diri, dan pengembangan wawasan budaya.
Pertama, ruang bagi ekspresi diri, artinya seni menjadi wahana untuk mengungkapkan keinginan, perasaan, pikiran melalui berbagai bentuk aktivitas seni sehingga menimbulkan kesenangan dan kepuasaan. Berekspresi seni rupa melalui elemen visual berupa garis, warna, bidang, tekstur, volume, dan ruang. Berekspresi seni musik melalui nada, irama, melodi, dan harmoni. Berekspresi seni tari melalui elemen gerak, ruang (bentuk dan volume), waktu (irama), energi (dinamika). Berekspresi teater melalui pemeranan/pelakonan, bahasa, dan dialog. Secara implisit ekspresi diri mengandung makna komunikasi karena siapa pun mengeskpresikan sesuatu mempunyai tujuan untuk menyampaikan pesan kepada orang lain. Sejumlah penelitian telah meyakinkan bahwa 90 persen komunikasi emosi disampaikan tanpa kata-kata, keterampilan ini dapat sangat meningkatkan kemampuan anak memahami perasaan orang lain sehingga mampu bertindak cepat (Shapiro dalam M. Jazuli, 2008).
Kedua, pengembangan potensi kreatif. Potensi kreatif ditandai oleh kemampuan berpikir kritis, rasa ingin tahu menonjol, percaya diri, sering melontarkan gagasan baru orisinil, berani mengambil resiko dan tampil beda, terbuka terhadap pengalaman baru, menghargai diri sendiri dan orang lain (M. Jazuli, 2008: 104). Dengan demikian anak kreatif selalu memunculkan gagasan baru, orisinil, cemerlang, dan unik. Dalam jagat seni sangat mampu memberikan peluang yang amat luas bagi berkembangnya segala, potensi kreatif anak secara bebas (nyaman) dan menyenangkan karena tidak ada indoktrinasi, tidak mengenal benar dan salah, tetapi selalu dalam situasi harmoni. Keadaan semacam ini memungkinkan anak memiliki keberanian untuk mengungkapkan ide dan meningkatkan rasa empati, menyadari kemampuan sendiri, serta siap menerima tanggapan lingkungan terhadap apa yang diungkapkan. Dengan adanya keberanian tersebut pendidik cukup sebagai fasilitator yang berperan memberikan arahan dan pelayanan secara proporsional dan konstruktif.
Ketiga, meningkatkan kepekaan perasaan, khususnya rasa keindahan alam maupun buatan manusia. Orang yang peka perasaannya ditandai oleh kesadaran dan responsif terhadap gejala yang terjadi di sekitarnya. Hal ini tercermin pada kemampuannya untuk menerima, mengamati, dan menghayati berbagai rangsang dari luar. Dengan kata lain, orang yang peka rasa memiliki daya penghayatan tinggi terhadap lingkungannya sehingga relatif mudah menyerap variasi keindahan yang muncul ke permukaan, seperti tergetar bila mendengar suara gemericik air, deburan ombak, alunan seruling, gesekan biola, gerakan tarian, goresan lukisan, ekspresi wajah pengemis dan orang tuli, dan sebagainya. Orang yang peka perasaannya cenderung berpikir dan bertindak positif dan konstruktif terhadap lingkungannya sehingga kemudian mendorong para pendidik untuk mencetak siswa yang peka perasaan melalui pembelajaran apresiasi seni di sekolah umum. Untuk menciptakan kepekaan perasaan siswa dalam proses pembelajaran apresiasi seni ditempuh dengan berbagai cara. Misalnya mengenalkan tokoh seniman besar dan karya-karyanya beserta kisah perjalanan hidupnya melalui foto reproduksi, mendengarkan dan menyimak musik secara cermat, mencermati gerakan flora dan fauna serta gerakan tari, mengunjungi galeri, gedung pertunjukan, museum, mengoleksi gambar, foto, kaset, DVD, dan sebagainya. Semua itu dimaksudkan untuk menumbuhkembangkan kepekaan perasaan terhadap keindahan. Kepekaan perasaan sering menjadi modal awal dan utama bagi proses penciptaaan karya seni.
Keempat, menumbuhkan rasa percaya diri dan tanggung jawab. Orang yang memiliki rasa percaya diri berarti dia mampu menyesuaikan diri dan mampu berkomunikasi pada berbagai situasi, memiliki kemampuan bersosialisasi, serta memiliki kecerdasan yang cukup. Implikasi dari rasa percaya diri adalah munculnya sikap mandiri, yang di dalamnya memuat rasa tanggung jawab. Hasil penelitian Atip Nurharini menginformasikan bahwa pembelajaran tari mampu mengembangkan rasa kepercayan diri anak ( M. Jazuli, 2008 : 106). Rasa percaya diri anak dimaksud adalah suatu keyakinan atas segala aspek kelebihan yang dimiliki anak, dan dengan keyakinan itu membuat diri anak mampu untuk bisa mencapai berbagai tujuan dan keinginan didalam hidupnya. Cara yang dilakukan guru dalam pembelajaran tari untuk mengembangkan rasa percaya anak meliputi :
1)    pemberian bimbingan sebagai dasar pengembangan rasa percaya anak melalui perlakuan, seperti memberikan sentuhan, memotivasi anak, pengkondisian relaksasi, menumbuhkan rasa bangga, melatih berekspresi, berkreativitas, bersosialisasi, melatih bertanggung jawab, dan memberikan stimulan pada anak;
2)    materi tari disesuaikan dengan karakter anak seperti tari bergembira dan mengandung permainan, serta tari garapan baru yang mampu menghibur maupun mengundang simpati anak ;
3)    metode yang digunakan adalah peniruan, bermain, bercerita dan demonstrasi;
4)    evaluasi dilakukan dengan cara pengamatan tentang kemampuan prestasi anak dan perubahan perilaku anak. Setelah anak diberi pembelajaran tari karakteristik rasa kepercayan diri anak terlihat dari munculnya perasaaan bangga, memiliki sifat pemberani, mampu mengendalikan emosi, mampu mengasah kehalusan budi, mampu menumbuhkan rasa tanggung jawab dan mandiri, mudah berinteraksi, memiliki prestasi lebih baik, berkembang imajinasinya, dan kreatif.
             Keenam, meningkatkan kesehatan. Suatu kekayaan yang tak ternilai harganya bagi setiap orang adalah kesehatan. Oleh karenanya semua orang selalu ingin sehat jasmani dan rokhani. Sungguhpun aktivitas seni banyak bergulat pada wilayah rohani (olahrasa dan olahhati) tetapi bukan berarti mengesampingkan olahraga pada wilayah jasmani. Ada kecenderungan bahwa sumber kesehatan manusia terletak pada jiwa, rohani. Artinya bila orang jiwanya sehat maka jasmaninya cenderung juga sehat, terkecuali orang gila. Bila jasmani seseorang sakit maka jiwanya belum tentu sakit, mungkin agak sedikit terganggu. Oleh karena itu, orang yang berkesenian sangat berpeluang untuk selalu sehat, dalam arti sehat jiwanya, apalagi bila berkesenian tari maka akan sehat jaemani dan rohaninya.
Berdasarkan beberapa pandangan tentang fungsi pendidikan seni musik bagi siswa yang sejalan dengan pendekatan “Belajar dengan Seni, Belajar Melalui Seni, dan Belajar tentang Seni”, berikut ini dikemukakan secara urut fungsi pendidikan seni musik sebagai sarana atau media ekspresi, komunikasi, bermain, pengembangan bakat, dan kreativitas.
a.     Pendidikan seni musik sebagai sarana/media ekspresi Ekspresi merupakan ungkapan atau pernyataan seseorang. Perasaan dapat berupa sedih, gembira,   risau, marah, menyeramkan atau sesuai dengan masalah yang dihadapi. Fungsi ini memungkinkan untuk mengeksplorasi ekpresi siswa dalam memunculkan karya-karya baru.
b.     Pendidikan seni musik sebagai media komunikasi Ekspresi yang     dieksplorasikan akan dikomunikasikan kepada orang lain. Artinya karya-karya seni musik yang dialami siswa dikomunikasikan sehingga pesan yang terdapat dalam karya tersebut bisa tersampaikan pada orang lain.
c.    Pendidikan seni musik sebagai sarana bermain
Bermain merupakan dunia anak-anak. Anak-anak memerlukan kegiatan yang bersifat rekreatif yang menyenangkan bagi pertumbuhan jiwanya. Bermain sekaligus memberikan kegiatan penyeimbang dan penyelaras atas perkembangan individu anak secara pisik dan psikis.
d.    Pendidikan seni sebagai media pengembangan bakat.
Setiap siswa memiliki potensi di bidang seni musik yang luar biasa. Pendidikan seni musik di tekankan untuk memberikan pemupukan yang terus menerus sehingga diperlukan upaya efektif untuk menumbuhkan bakat siswa.
e.    Pendidikan seni sebagai media kreativitas. Kreatif merupakan sifat yang dilekatkan pada diri manusia yang dikaitkan  dengan kemampuan atau daya untuk menciptakan. Sifat kreatifitas ini senantiasa diperlukan untuk mengiringi tingkah laku manusia dalam rangka memenuhi kebutuhannya.

                                                  














BAB III
PENUTUP
A.     KESIMPULAN
Barangkali tidak berlebihan jika dikatakan bahwa sistern pendidikan yang sedang berjalan, yang harus menyediakan sumber-sumber yang diperlukan untuk pembangunan, kurang atau bahkan mungkin tidak berjalan seperti yang dikehendaki.
Hasil pendidikan juga menunjukkan kurang kuatnya dorongan tumbuhnya potensi masyarakat dan kekuatan populer yang kreatif. Di segi yang lain tampak semakin kuatnya rekayasa (non-masyarakat) atas perilaku manusia (masyarakat). Gejala-gejala ini secara tidak langsung menunjukkan kelapukan sistem pendidikan yang ada, yang bertumpu pada paradigma mainstream, yang setidak¬-tidaknya sudah dijalankan di negara kita hampir tiga dasawarsa ini.
Sudah saatnya pendidikan nasional dalam pelaksanaannya diarahkan untuk memproduksi diri sendiri yang berdasar atas human agency. Para pelaku pendidikan bukan bertindak sebagai penerima tetapi juga pakem. Sehingga dengan demikian, akan tampak dinamika pendidikan. Para pelaku pendidikan masuk ke dalam permainan sebagai pemain, pengamat, penganalisis dan penggembira sekaligus. Di sinilah saya kira seni menjadi fungsional dalam pendidikan. Kita tidak semata-mata mengilmiahkan pendidikan tetapi sangat perlu juga menyenikan pendidikan.
B.     SARAN
Bagi para pembaca kami mengharapkan kritik dan saranya agar makalah yang kami buat ini lebih baik dari yang ada ini.                  









DAFTAR PUSTAKA

•    Edy Sedyawati. 2007. Budaya Indonesia Kajian Arkeologi, Seni dan Sejarah. Rajawali Pers: Jakarta.
•    Hendayat Soetopo. 2005. Pendidikan dan Pembelajaran. UMM Press: Malang.
•    M. Djumransyah. 2006. Filsafat Pendidikan. Bayu Media Publishing: Malang.
•    MK. Jazuli. 2008. Paradigma Kontekstual Pendidikan Seni. UnesaUniversity Press: Surabaya.
•    Tjetjep Rohendi Rohidi. 2000. Kesenian Dalam Pendekatan Kebudayaan. STSI press: Bandung.
•    Colin Rose dan Malcolm J. Nicholl. 2002. Accelerated Learning. Nuansa: Bandung.
•    http://rizadarmawan.blogspot.com/2011/01/peranan-pelajaran-seni-musik-terhadap.html Diakses pada 05 Juni 2013.
•    http://sen1budaya.blogspot.com/2012/10/konsep-dan-pentingnya-seni-musik.html Diakses pada 05 Juni 2013.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar