Makalah
Kesenian
“Perkembangan
seni musik”
Di susun Oleh :
Syupratman
Prodi
Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Fakultas
Keguruan Dan Ilmu Pendidikan
Universitas
Islam Makassar 2015
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah Hirobbil
alamin,segalah Puji dan Syukur hanya milik penguasa jagatraya,sudah sepatutnya
kita bersyukur atas segalah kenikmatan yang telah diberikan olehNya,Dengan
kenikmatan itulah sehingga kami dapat mengerjakan tugas yg di berikan oleh
dosen yang tercinta dan tersayang.
Makalah
ini kami buata atas perintah dari Dosen di Universitas Islam Makassar yakni
dari mata kuliah “Kesenian”
Dalam
proses munyusun makalah ini banyak bantuan dan bimbingan dari berbagai
pihak,oleh karena itu dengan melalui kesempatan ini kami mengucapkan
banyak-banyak terikasih atas bantuan yang telah diberikan dalam proses menyusun
makalah ini.
Penulis
sadar bahwa penyusun makalah ini dari
segi penulisan dan penyajian materi masih banyak dan jauh dari yang
diharapkan,oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun
dari semua pihak untuk lebih kearah perbaiakan dan penyempurnaan tulisan ini.
Makassar,1 Desember 2015
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Masalah
BAB II PEMBAHSAN
A. Pengertian seni musik
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Karakter bangsa merupakan aspek penting dari kualitas SDM
karena turut menentukan kemajuan suatu bangsa. Karakter yang berkualitas perlu
dibentuk dan dibina sejak usia dini. Bangsa Indonesia mempunyai cita-cita untuk menjadi bangsa yang besar,
kuat, berdaya, disegani oleh bangsa lain. Cita-cita bangsa yang tertuang dalam
pembukaan UUD 1945 ini dapat terwujud apabila bangsa Indonesia menanamkan
karakter yang baik yang berasal dari nilai-nilai luhur yang ada di masyarakat
Indonesia. Karakter yang perlu ditanamkan antara lain rasa cinta terhadap Tuhan
Yang Maha Esa, jujur, disiplin, sopan, tanggung jawab, keadilan dan
kepemimpinan, amanah, mandiri, hormat dan santun, kasih sayang, peduli, kerja
sama, percaya diri, kreatif, kerja keras dan pantang menyerah, baik dan rendah
hati, toleransi, cinta damai dan persatuan. Cita-cita bangsa Indonesia tersebut
saat ini mengalami hambatan dalam mewujudkannya. Hambatan tersebut antara lain
dikarenakan adanya beberapa hal yang bergeser dari nilai dan norma yang harus
dijunjung tinggi, penegakan hukum yang belum terwujud, dampak demokrasi yang
tidak diinginkan, karakter manusia yang semakin merosot. Ini semua merupakan
dampak sikap orang yang tidak bertanggung jawab dan tidak ada rasa memiliki
akan bangsa yang hanya bersikap mengutamakan kepentingan pribadi di atas
kepentingan umum.
B. RUMUSAN MASALAH
Dalam penulisan makalah ini kita daapat
mengetahui rumusan masalahnya,Adapun rumusan masalahnya adalah:
a. Pendidikan seni musik
b. Karakteristik seni musik dkk.
C. TUJUAN MASLAH
a.
Kita dapat
mengetahui perkembangan seni musik
b.
Kita dapat
memahami seni musik.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pendidikan Seni Musik
1. Pengertian Pendidikan Seni Musik Para
pakar telah banyak mengemukakan pengertian atau defenisi tentang seni musik,
sebagai berikut :
Sudarsono (1992:1) Seni musik adalah ungkapan rasa indah manusia dalam bentuk suatu konsep pemikiran yang bulat, dalam wujud nada-nada atau bunyi-bunyi lainnya yang mengandung ritme dan harmoni, serta mempunyai bentuk dalam ruang waktu yang dikenal oleh diri sendiri atau manusia lain dalam lingkungan hidupnya, sehingga dapat dimengerti dan dinikmatinya.
Sudarsono (1992:1) Seni musik adalah ungkapan rasa indah manusia dalam bentuk suatu konsep pemikiran yang bulat, dalam wujud nada-nada atau bunyi-bunyi lainnya yang mengandung ritme dan harmoni, serta mempunyai bentuk dalam ruang waktu yang dikenal oleh diri sendiri atau manusia lain dalam lingkungan hidupnya, sehingga dapat dimengerti dan dinikmatinya.
2.
Karakteristik Seni Musik Pendidikan seni musik lebih menekankan pada
pemberian pengalaman seni musik, yang nantinya akan melahirkan kemampuan untuk
memanfaatkan seni musik pada kehidupan sehari-hari. Pendidikan Seni musik
diberikan di sekolah karena keunikan, kebermaknaan, dan kebermanfaatan
terhadap kebutuhan perkembangan siswa, yang terletak pada pemberian pengalaman
estetik dalam bentuk kegiatan berekspresi/berkreasi dan berapresiasi
melalui pendekatan: “belajar dengan seni,” “belajar melalui seni” dan “belajar
tentang seni.
a. Pendekatan “Belajar dengan Seni”
Pendekatan ini menekankan pada proses pemerolehan dan pemahaman
pengetahuan yang didapatkan dengan kegiatan seni musik misalnya siswa belajar
menyanyikan lagu Indonesia Raya, maka dengan mempelajari lagu tersebut siswa
dapat mengetahui dan memahami sikap apa yang terdapat pada lagu. Siswa
seharusnya tahu tentang apa yang diceritakan lagu, dan dari pengetahuan
tersebut mereka bisa mengambil suatu kesimpulan bahwa lagu Indonesia Raya
mengingikan terwujudnya sikap cinta tanah air, kebanggaa terhadap tanah air,
dan sikap mempertahankan tanah air, serta menanamkan jiwa patriotis.
b. Pendekatan
“Belajar Melalui Seni”
Pendekatan ini menekankan pada pemahaman
emosional yang tercermin ke dalam penanaman nilai-nilai atau sikap yang
terbentuk melalui kegiatan berkesenian. Seperti dalam menyanyikan sebuah lagu,
dituntut untuk membuat keteraturan tempo/ketukan. Apabila kita tidak bisa
mengikuti tempo tersebut, maka lagu yang dibawakan menjadi kacau atau tidak
teratur. Jadi melalui bernyanyi akan tertanam sikap disiplin yang tinggi untuk
membuat keteraturan.
Seni dan Pendidikan Seni Pendidikan ditinjau dari
tujuannya adalah mengembangkan potensi jasmani, akal dan rohani manusia. Ketiga
potensi bawaan manusia ini harus diasah dan dikembangkan secara seimbang dan
proporsional. Jika salah satu diantaranya tidak tersentuh atau dikembangkan
dengan baik maka tujuan pendidikan yang bertujuan membetuk manusia seutuhnya
akan sulit terwujud. Dalam kaitannya dengan hal tersebut maka pembicaraan
tentang pendidikan seni sebagai sebuah usaha dalam mengasah potensi-potensi
dasar manusia telah melewati masa yang cukup panjang.
embicaraan seni sebagai sarana pendidikan, dengan mencoba memperluas interpretasi terhadap tesis Plato (seperti yang dikemukakan di atas), setidak-tidaknya mengacu ke dua arah; yang pertama sebagai materi, alat dan media, serta metode yang terangkum dalam mata ajaran yang disebut pendidikan seni. Yang kedua, sebagai metode dalam rangka “menyenikan” pendidikan yang rasionalistik yang melekat sangat kuat pada mata ajaran lain.
embicaraan seni sebagai sarana pendidikan, dengan mencoba memperluas interpretasi terhadap tesis Plato (seperti yang dikemukakan di atas), setidak-tidaknya mengacu ke dua arah; yang pertama sebagai materi, alat dan media, serta metode yang terangkum dalam mata ajaran yang disebut pendidikan seni. Yang kedua, sebagai metode dalam rangka “menyenikan” pendidikan yang rasionalistik yang melekat sangat kuat pada mata ajaran lain.
Yang pertama meletakkan pendidikan seni sebagai mata
ajaran dalam kurikulum pendidikan umum, yang mempunyai fungsi sama dengan mata
ajaran lainnya. Secara sistemik pendidikan seni merupakan bagian integral dari
sistem pendidikan umum, yang fungsional untuk menjaga keseimbangan sistem dalam
rangka mencapai tujuan pendidikan. Pendidikan seni, sebagai pendidikan estetik,
dalam hal ini memberi imbangan terhadap pendidikan yang bersifat logis-rasional,
dan pendidikan etis-moral.
Yang kedua, seni menawarkan cara-cara yang bebas dalam
pelaksanaan pendidikan (mata ajaran lain) dari wacana kekuasaan kepastian. Seni
menawarkan bahwa senantiasa ada cara memandang yang multiperspektif, tidak ada
disiplin yang secara keseluruhan lengkap, serta tidak ada sesuatu yang
mempunyai "kata akhir". Seni mengajarkan hal ini dengan baik, seperti
sebagaimana ia menawarkan dimensi-dimensi makna yang baru, bentuk-bentuk baru
dari logika yang selama ini dinina-bobokan oleh pendidikan modern. Seni
menantang apa yang disebut "prinsip umum penalaran".
Seni memberikan suatu epistemologi pilihan lain, suatu cara mengetahui yang mentransenden bentuk-bentuk pengetahuan yang deklaratif. Dengan seni, sebagai metode, seseorang didorong untuk melihat dan mendengar, menerobos lapisan permukaan apa yang terlihat dan terdengar. Dengan seni kita disadarkan dari penampilan satu-dimensi kehidupan, yang tanpa terasa dipaksakan, oleh pemikiran yang menjadi mainstream saat ini.
Seni memberikan suatu epistemologi pilihan lain, suatu cara mengetahui yang mentransenden bentuk-bentuk pengetahuan yang deklaratif. Dengan seni, sebagai metode, seseorang didorong untuk melihat dan mendengar, menerobos lapisan permukaan apa yang terlihat dan terdengar. Dengan seni kita disadarkan dari penampilan satu-dimensi kehidupan, yang tanpa terasa dipaksakan, oleh pemikiran yang menjadi mainstream saat ini.
Menurut para pakar psikologi otak belahan kiri
merupakan sumber kecerdasan intelektual (IQ) sebagai wilayah persemaian dan pengembangan
potensi akal-penalaran yang bersifat analitis¬logik dan detail, sedangkan otak
belahan kanan adalah sumber kecerdasan emosional (EQ) sebagai wilayah
persemaian dan pengembangan segala potensi yang berkaitan dengan rasa-perasaan
(emosi-kreatif) yang bersifat menyeluruh. Otak kiri bertanggung jawab terhadap
kemampuan verbal dan matematik, seperti berbicara, membaca, menulis, dan
berhitung. Proses berpikir otak kiri bersifat logis, sistematis, dan analitis
sehingga termasuk short term memory (memori jangka pendek). Akal sebagai bagian
penting dari jiwa manusia berfungsi untuk menemukan kebenaran dan kesalahan.
Dengan akal manusia mampu mengarahkan seluruh aktivitas jasmani dan kejiwaannya
guna menggapai kehidupan yang relatif lebih sejahtera. Sebaliknya, otak kanan
berurusan dengan emosi, irama, musik, imajinasi, warna, gambar, dan diagram.
Cara berpikir otak kanan bersifat kreatif, tidak teratur, dan menyeluruh
sehingga tergolong long term memory (memori jangka panjang). Emosi merupakan
kekuatan penggerak kehidupan yang paling konkret dalam diri manusia karena
terbentuk dari segenap keinginan dan selera yang erat hubungannya dengan
fungsi¬-fungsi jasmaniah, seperti melakukan apa yang baik dan buruk, mengikuti
apa yang etis dan norak, serta yang indah dan jelek. Kekuatan emosi terasa
tampak ketika mampu menjalankan berbagai alternatif gagasan yang telah
diputuskan oleh akal. Sebagai bukti bahwa daya ingat otak kanan lebih panjang
dari otak kiri yaitu ketika kita bertemu dengan teman lama.
Uraian multikecerdasan di atas, mengindikasikan bahwa
pendidikan seni dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan berbagai potensi
pada otak kanan, dan sekaligus berfungsi untuk mengimbangkan kerja otak kiri.
Dalam pembelajaran pendidikan seni, meskipun wilayah rasa ¬emosi relatif
dominan tetapi tidak berarti menafikan wilayah intelektual, jelas tidak dapat
digantikan oleh mata pelajaran yang lain sehingga sangat penting dan mendasar
bagi dunia pendidikan umumnya. Kedudukan rasa-emosi bukan saja penting dalam kehidupan,
melainkan juga menjadi sumber daya yang ampuh yang dimiliki manusia. Menurut
Daniel Goleman (dalam M. jazuli, 2008: 119), bahwa potensi kecerdasan emosi
dapat menentukan 80% kesuksesan seseorang, sedangkan 20% lainnya ditentukan
oleh kecerdasan akal. Oleh karena itu, sungguh ironis bila ada orang
beranggapan bahwa IQ menjadi penentu segala aktivitas, bahkan dipandang sebagai
cara yang jitu untuk menyelesaikan berbagai masalah kehidupan yang dihadapi
manusia. Pada hal justru dengan menafikan atau memendam potensi EQ sering
menimbulkan dampak negatif dalam kehidupan manusia, seperti sering terjadi
kerusuhan, kenakalan remaja, pornografi dan pornoaksi, sikap agresif dan
anarkhis, dan bentuk tingkah laku menyimpang lainnya.
Peran pendidikan seni dalam upaya meningkatkan multikecerdasan di antaranya:
1) membantu siswa mempunyai sensitivitas, intuitif, kreativitas, dan kritis terhadap lingkungannya;
Peran pendidikan seni dalam upaya meningkatkan multikecerdasan di antaranya:
1) membantu siswa mempunyai sensitivitas, intuitif, kreativitas, dan kritis terhadap lingkungannya;
2) dengan cara belajar yang
menyenangkan lewat kegiatan apresiasi dan kreasi dapat meningkatkan motivasi
belajar dan mendapatkan kesempatan luas untuk memecahkan permasalahan;
3) Siswa dapat mengekspresikan
gagasan melalui goresan, gerakan, pemeranan dan permainan lainnya sebagai
manifestasi aktualisasi diri maupun wahana berkornunikasi dengan lingkungan
sekitarnya;
4) kepekaan inderawi yang selalu
dilatihkan melalui kegiatan berapresiasi, berkreasi, bereksplorasi,
bereksperimen dengan diri sendiri maupun dengan lingkungannya akan merangsang
kemunculan multikecerdasan siswa secara optimal.
Seni dalam
Pengembangan Potensi Anak Pendidikan seni merupakan usaha sadar untuk
mewariskan atau menularkan kemampuan berkesenian sebagai perwujudan
transformasi kebudayaan dari generasi ke generasi yang dilakukan oleh para
seniman atau pelaku seni kepada siapa pun yang terpanggil untuk menjadi bakal
calon seniman (M. Jazuli, 2008: 14)
Anak adalah pribadi yang unik memiliki kemampuan dan
kebutuhan yang berbeda dengan orang dewasa, dan salah satu kebutuhan anak yang
khas adalah kebutuhan mengekspresikan diri atau menyatakan diri. Pendidikan
seni dapat memberikan kontribusi kepada perkembangan pribadi anak (siswa).
Kontribusi yang dimaksud berkaitan dengan pemberian ruang berekspresi,
pengembangan potensi kreatif dan imajinatif, peningkatan kepekaan rasa,
menumbuhkan rasa percaya diri, dan pengembangan wawasan budaya.
Pertama, ruang bagi ekspresi diri, artinya seni
menjadi wahana untuk mengungkapkan keinginan, perasaan, pikiran melalui
berbagai bentuk aktivitas seni sehingga menimbulkan kesenangan dan kepuasaan.
Berekspresi seni rupa melalui elemen visual berupa garis, warna, bidang,
tekstur, volume, dan ruang. Berekspresi seni musik melalui nada, irama, melodi,
dan harmoni. Berekspresi seni tari melalui elemen gerak, ruang (bentuk dan
volume), waktu (irama), energi (dinamika). Berekspresi teater melalui
pemeranan/pelakonan, bahasa, dan dialog. Secara implisit ekspresi diri
mengandung makna komunikasi karena siapa pun mengeskpresikan sesuatu mempunyai
tujuan untuk menyampaikan pesan kepada orang lain. Sejumlah penelitian telah
meyakinkan bahwa 90 persen komunikasi emosi disampaikan tanpa kata-kata,
keterampilan ini dapat sangat meningkatkan kemampuan anak memahami perasaan
orang lain sehingga mampu bertindak cepat (Shapiro dalam M. Jazuli, 2008).
Kedua, pengembangan potensi kreatif. Potensi kreatif
ditandai oleh kemampuan berpikir kritis, rasa ingin tahu menonjol, percaya
diri, sering melontarkan gagasan baru orisinil, berani mengambil resiko dan
tampil beda, terbuka terhadap pengalaman baru, menghargai diri sendiri dan orang
lain (M. Jazuli, 2008: 104). Dengan demikian anak kreatif selalu memunculkan
gagasan baru, orisinil, cemerlang, dan unik. Dalam jagat seni sangat mampu
memberikan peluang yang amat luas bagi berkembangnya segala, potensi kreatif
anak secara bebas (nyaman) dan menyenangkan karena tidak ada indoktrinasi,
tidak mengenal benar dan salah, tetapi selalu dalam situasi harmoni. Keadaan
semacam ini memungkinkan anak memiliki keberanian untuk mengungkapkan ide dan
meningkatkan rasa empati, menyadari kemampuan sendiri, serta siap menerima
tanggapan lingkungan terhadap apa yang diungkapkan. Dengan adanya keberanian
tersebut pendidik cukup sebagai fasilitator yang berperan memberikan arahan dan
pelayanan secara proporsional dan konstruktif.
Ketiga, meningkatkan kepekaan perasaan, khususnya rasa
keindahan alam maupun buatan manusia. Orang yang peka perasaannya ditandai oleh
kesadaran dan responsif terhadap gejala yang terjadi di sekitarnya. Hal ini
tercermin pada kemampuannya untuk menerima, mengamati, dan menghayati berbagai
rangsang dari luar. Dengan kata lain, orang yang peka rasa memiliki daya
penghayatan tinggi terhadap lingkungannya sehingga relatif mudah menyerap
variasi keindahan yang muncul ke permukaan, seperti tergetar bila mendengar
suara gemericik air, deburan ombak, alunan seruling, gesekan biola, gerakan
tarian, goresan lukisan, ekspresi wajah pengemis dan orang tuli, dan
sebagainya. Orang yang peka perasaannya cenderung berpikir dan bertindak
positif dan konstruktif terhadap lingkungannya sehingga kemudian mendorong para
pendidik untuk mencetak siswa yang peka perasaan melalui pembelajaran apresiasi
seni di sekolah umum. Untuk menciptakan kepekaan perasaan siswa dalam proses
pembelajaran apresiasi seni ditempuh dengan berbagai cara. Misalnya mengenalkan
tokoh seniman besar dan karya-karyanya beserta kisah perjalanan hidupnya
melalui foto reproduksi, mendengarkan dan menyimak musik secara cermat,
mencermati gerakan flora dan fauna serta gerakan tari, mengunjungi galeri,
gedung pertunjukan, museum, mengoleksi gambar, foto, kaset, DVD, dan
sebagainya. Semua itu dimaksudkan untuk menumbuhkembangkan kepekaan perasaan
terhadap keindahan. Kepekaan perasaan sering menjadi modal awal dan utama bagi
proses penciptaaan karya seni.
Keempat, menumbuhkan rasa percaya diri dan tanggung
jawab. Orang yang memiliki rasa percaya diri berarti dia mampu menyesuaikan
diri dan mampu berkomunikasi pada berbagai situasi, memiliki kemampuan
bersosialisasi, serta memiliki kecerdasan yang cukup. Implikasi dari rasa
percaya diri adalah munculnya sikap mandiri, yang di dalamnya memuat rasa
tanggung jawab. Hasil penelitian Atip Nurharini menginformasikan bahwa
pembelajaran tari mampu mengembangkan rasa kepercayan diri anak ( M. Jazuli,
2008 : 106). Rasa percaya diri anak dimaksud adalah suatu keyakinan atas segala
aspek kelebihan yang dimiliki anak, dan dengan keyakinan itu membuat diri anak
mampu untuk bisa mencapai berbagai tujuan dan keinginan didalam hidupnya. Cara
yang dilakukan guru dalam pembelajaran tari untuk mengembangkan rasa percaya
anak meliputi :
1) pemberian bimbingan sebagai dasar
pengembangan rasa percaya anak melalui perlakuan, seperti memberikan sentuhan,
memotivasi anak, pengkondisian relaksasi, menumbuhkan rasa bangga, melatih
berekspresi, berkreativitas, bersosialisasi, melatih bertanggung jawab, dan
memberikan stimulan pada anak;
2) materi tari disesuaikan dengan
karakter anak seperti tari bergembira dan mengandung permainan, serta tari
garapan baru yang mampu menghibur maupun mengundang simpati anak ;
3) metode yang digunakan adalah
peniruan, bermain, bercerita dan demonstrasi;
4) evaluasi dilakukan dengan cara
pengamatan tentang kemampuan prestasi anak dan perubahan perilaku anak. Setelah
anak diberi pembelajaran tari karakteristik rasa kepercayan diri anak terlihat
dari munculnya perasaaan bangga, memiliki sifat pemberani, mampu mengendalikan
emosi, mampu mengasah kehalusan budi, mampu menumbuhkan rasa tanggung jawab dan
mandiri, mudah berinteraksi, memiliki prestasi lebih baik, berkembang
imajinasinya, dan kreatif.
Keenam,
meningkatkan kesehatan. Suatu kekayaan yang tak ternilai harganya bagi setiap
orang adalah kesehatan. Oleh karenanya semua orang selalu ingin sehat jasmani
dan rokhani. Sungguhpun aktivitas seni banyak bergulat pada wilayah rohani
(olahrasa dan olahhati) tetapi bukan berarti mengesampingkan olahraga pada
wilayah jasmani. Ada kecenderungan bahwa sumber kesehatan manusia terletak pada
jiwa, rohani. Artinya bila orang jiwanya sehat maka jasmaninya cenderung juga
sehat, terkecuali orang gila. Bila jasmani seseorang sakit maka jiwanya belum
tentu sakit, mungkin agak sedikit terganggu. Oleh karena itu, orang yang
berkesenian sangat berpeluang untuk selalu sehat, dalam arti sehat jiwanya,
apalagi bila berkesenian tari maka akan sehat jaemani dan rohaninya.
Berdasarkan beberapa pandangan tentang fungsi
pendidikan seni musik bagi siswa yang sejalan dengan pendekatan “Belajar dengan
Seni, Belajar Melalui Seni, dan Belajar tentang Seni”, berikut ini dikemukakan
secara urut fungsi pendidikan seni musik sebagai sarana atau media ekspresi,
komunikasi, bermain, pengembangan bakat, dan kreativitas.
a. Pendidikan seni musik
sebagai sarana/media ekspresi Ekspresi merupakan ungkapan atau pernyataan
seseorang. Perasaan dapat berupa sedih, gembira, risau, marah,
menyeramkan atau sesuai dengan masalah yang dihadapi. Fungsi ini memungkinkan
untuk mengeksplorasi ekpresi siswa dalam memunculkan karya-karya baru.
b. Pendidikan seni musik
sebagai media komunikasi Ekspresi yang dieksplorasikan akan dikomunikasikan kepada
orang lain. Artinya karya-karya seni musik yang dialami siswa dikomunikasikan
sehingga pesan yang terdapat dalam karya tersebut bisa tersampaikan pada orang
lain.
c. Pendidikan seni musik sebagai
sarana bermain
Bermain merupakan dunia anak-anak. Anak-anak memerlukan kegiatan yang bersifat rekreatif yang menyenangkan bagi pertumbuhan jiwanya. Bermain sekaligus memberikan kegiatan penyeimbang dan penyelaras atas perkembangan individu anak secara pisik dan psikis.
Bermain merupakan dunia anak-anak. Anak-anak memerlukan kegiatan yang bersifat rekreatif yang menyenangkan bagi pertumbuhan jiwanya. Bermain sekaligus memberikan kegiatan penyeimbang dan penyelaras atas perkembangan individu anak secara pisik dan psikis.
d. Pendidikan seni sebagai media
pengembangan bakat.
Setiap siswa memiliki potensi di bidang seni musik yang luar biasa. Pendidikan seni musik di tekankan untuk memberikan pemupukan yang terus menerus sehingga diperlukan upaya efektif untuk menumbuhkan bakat siswa.
e. Pendidikan seni sebagai media kreativitas. Kreatif merupakan sifat yang dilekatkan pada diri manusia yang dikaitkan dengan kemampuan atau daya untuk menciptakan. Sifat kreatifitas ini senantiasa diperlukan untuk mengiringi tingkah laku manusia dalam rangka memenuhi kebutuhannya.
Setiap siswa memiliki potensi di bidang seni musik yang luar biasa. Pendidikan seni musik di tekankan untuk memberikan pemupukan yang terus menerus sehingga diperlukan upaya efektif untuk menumbuhkan bakat siswa.
e. Pendidikan seni sebagai media kreativitas. Kreatif merupakan sifat yang dilekatkan pada diri manusia yang dikaitkan dengan kemampuan atau daya untuk menciptakan. Sifat kreatifitas ini senantiasa diperlukan untuk mengiringi tingkah laku manusia dalam rangka memenuhi kebutuhannya.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Barangkali tidak berlebihan jika dikatakan bahwa sistern pendidikan yang sedang berjalan, yang harus menyediakan sumber-sumber yang diperlukan untuk pembangunan, kurang atau bahkan mungkin tidak berjalan seperti yang dikehendaki.
Hasil pendidikan juga menunjukkan kurang kuatnya dorongan tumbuhnya potensi masyarakat dan kekuatan populer yang kreatif. Di segi yang lain tampak semakin kuatnya rekayasa (non-masyarakat) atas perilaku manusia (masyarakat). Gejala-gejala ini secara tidak langsung menunjukkan kelapukan sistem pendidikan yang ada, yang bertumpu pada paradigma mainstream, yang setidak¬-tidaknya sudah dijalankan di negara kita hampir tiga dasawarsa ini.
Barangkali tidak berlebihan jika dikatakan bahwa sistern pendidikan yang sedang berjalan, yang harus menyediakan sumber-sumber yang diperlukan untuk pembangunan, kurang atau bahkan mungkin tidak berjalan seperti yang dikehendaki.
Hasil pendidikan juga menunjukkan kurang kuatnya dorongan tumbuhnya potensi masyarakat dan kekuatan populer yang kreatif. Di segi yang lain tampak semakin kuatnya rekayasa (non-masyarakat) atas perilaku manusia (masyarakat). Gejala-gejala ini secara tidak langsung menunjukkan kelapukan sistem pendidikan yang ada, yang bertumpu pada paradigma mainstream, yang setidak¬-tidaknya sudah dijalankan di negara kita hampir tiga dasawarsa ini.
Sudah saatnya pendidikan nasional dalam pelaksanaannya diarahkan untuk
memproduksi diri sendiri yang berdasar atas human agency. Para pelaku
pendidikan bukan bertindak sebagai penerima tetapi juga pakem. Sehingga dengan demikian,
akan tampak dinamika pendidikan. Para pelaku pendidikan masuk ke dalam
permainan sebagai pemain, pengamat, penganalisis dan penggembira sekaligus. Di
sinilah saya kira seni menjadi fungsional dalam pendidikan. Kita tidak
semata-mata mengilmiahkan pendidikan tetapi sangat perlu juga menyenikan
pendidikan.
B. SARAN
Bagi para pembaca kami mengharapkan kritik dan saranya agar makalah yang
kami buat ini lebih baik dari yang ada ini.
DAFTAR PUSTAKA
• Edy Sedyawati. 2007. Budaya Indonesia Kajian Arkeologi, Seni dan Sejarah. Rajawali Pers: Jakarta.
• Hendayat Soetopo. 2005. Pendidikan dan Pembelajaran. UMM Press: Malang.
• M. Djumransyah. 2006. Filsafat Pendidikan. Bayu Media Publishing: Malang.
• MK. Jazuli. 2008. Paradigma Kontekstual Pendidikan Seni. UnesaUniversity Press: Surabaya.
• Tjetjep Rohendi Rohidi. 2000. Kesenian Dalam Pendekatan Kebudayaan. STSI press: Bandung.
• Colin Rose dan Malcolm J. Nicholl. 2002. Accelerated Learning. Nuansa: Bandung.
• http://rizadarmawan.blogspot.com/2011/01/peranan-pelajaran-seni-musik-terhadap.html Diakses pada 05 Juni 2013.
• http://sen1budaya.blogspot.com/2012/10/konsep-dan-pentingnya-seni-musik.html Diakses pada 05 Juni 2013.
• Edy Sedyawati. 2007. Budaya Indonesia Kajian Arkeologi, Seni dan Sejarah. Rajawali Pers: Jakarta.
• Hendayat Soetopo. 2005. Pendidikan dan Pembelajaran. UMM Press: Malang.
• M. Djumransyah. 2006. Filsafat Pendidikan. Bayu Media Publishing: Malang.
• MK. Jazuli. 2008. Paradigma Kontekstual Pendidikan Seni. UnesaUniversity Press: Surabaya.
• Tjetjep Rohendi Rohidi. 2000. Kesenian Dalam Pendekatan Kebudayaan. STSI press: Bandung.
• Colin Rose dan Malcolm J. Nicholl. 2002. Accelerated Learning. Nuansa: Bandung.
• http://rizadarmawan.blogspot.com/2011/01/peranan-pelajaran-seni-musik-terhadap.html Diakses pada 05 Juni 2013.
• http://sen1budaya.blogspot.com/2012/10/konsep-dan-pentingnya-seni-musik.html Diakses pada 05 Juni 2013.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar